Krisis Pasokan Gas Bikin Produksi Industri Kaca Terguncang, Biaya Energi Melonjak
Krisis Pasokan Gas Bikin Produksi Industri Kaca Terguncang, Biaya Energi Melonjak
belikaca.id – Sejak 13 Agustus 2025, pabrik kaca di Sumatra dan Jawa Barat terus bergelut dengan keterbatasan pasokan gas. Tekanan gas yang menurun tajam membuat banyak perusahaan gagal beroperasi normal. Padahal, kebutuhan produksi mengharuskan pasokan penuh, tetapi kenyataannya industri hanya menerima sekitar 48% dari kapasitas maksimal. Akibatnya, sejumlah pabrik tidak bisa menyalakan tungku pembakaran dengan stabil, sementara tungku tersebut menjadi jantung dari seluruh proses produksi kaca. Oleh karena itu, meskipun tekanan gas sempat sedikit membaik dalam beberapa hari terakhir, pembatasan kuota tetap membelenggu industri. Banyak pabrik akhirnya hanya menyalakan tungku tanpa mampu menghasilkan produk akhir, sehingga operasional menjadi semakin tidak efisien.
Biaya Produksi Kian Berat, Perusahaan Cari Jalan Alternatif
Asosiasi Produsen Gelas/Kaca Indonesia menegaskan bahwa pemerintah seharusnya memastikan ketersediaan gas murah sesuai regulasi. Namun, implementasi aturan tersebut tidak berjalan mulus di lapangan. Begitu perusahaan memakai gas melebihi kuota yang diberikan, mereka langsung terkena tarif regasifikasi yang sangat tinggi, yakni di atas US$14 per MMBtu. Bandingkan saja dengan harga resmi gas industri yang hanya sekitar US$7 per MMBtu. Perbedaan harga tersebut jelas menekan margin keuntungan secara drastis. Karena itu, sejumlah pabrik akhirnya terpaksa memakai bahan bakar alternatif seperti solar maupun residu. Walaupun langkah ini memberi solusi sesaat, bahan bakar alternatif justru menurunkan efisiensi tungku dan mengurangi kualitas kaca yang dihasilkan. Dengan demikian, beban biaya semakin membengkak sementara daya saing produk ikut menurun.
Risiko Kerusakan Infrastruktur dan Dampak Tenaga Kerja
Industri kaca sebenarnya berusaha keras menjaga kontinuitas operasi tungku pembakaran. Namun, keterbatasan suplai gas terus menimbulkan risiko teknis yang serius. Tungku yang tidak mencapai suhu operasi ideal bisa retak atau bahkan ambles. Jika kerusakan itu terjadi, perusahaan harus menanggung biaya pembangunan ulang yang sangat besar. Selain itu, krisis pasokan juga berdampak langsung pada tenaga kerja. Karena operasional tidak lagi berjalan penuh, perusahaan mulai mengurangi jam kerja karyawan. Bahkan, beberapa pabrik telah menyiapkan opsi merumahkan pekerja apabila pasokan gas tidak segera pulih. Situasi ini membuat keresahan di kalangan buruh semakin meluas.
Harapan Pulihnya Pasokan dan Strategi Jangka Panjang
Pelaku industri berharap pemerintah segera mengembalikan pasokan gas ke level normal. Mereka juga mendesak agar kuota rendah dicabut sehingga perusahaan bisa kembali berproduksi penuh. Stabilitas pasokan sangat penting karena biaya energi mencapai sekitar 30% dari total ongkos produksi kaca. Jika gas kembali stabil dan tarif sesuai aturan, industri bisa menjaga kelangsungan operasional, menekan kerugian, serta mempertahankan daya saing baik di pasar domestik maupun internasional. Lebih jauh, asosiasi menilai pemerintah harus memperkuat program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Pengawasan ketat terhadap distribusi dan implementasi harga menjadi kunci agar industri benar-benar merasakan manfaat dari kebijakan tersebut. Dengan langkah strategis jangka panjang itu, Indonesia bisa memastikan industri kaca tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh lebih kompetitif di tengah persaingan global.
Related Posts

Istana Wakil Presiden di IKN Sudah Capai Setengah Penyelesaian dan Dilengkapi Kaca Antipeluru
Ini Dia Harga Kaca yang Ada di Indonesia
