Polisi Panggil Aktivis, Jurnalis, dan YouTuber dalam Kasus Ijazah Jokowi, Kebebasan Pers Jadi Sorotan

Polisi Panggil Aktivis, Jurnalis, dan YouTuber dalam Kasus Ijazah Jokowi, Kebebasan Pers Jadi Sorotan

belikaca.id  -Polda Metro Jaya memanggil tiga sosok berbeda untuk dimintai keterangan dalam kasus kontroversi ijazah Presiden Joko Widodo. Tiga orang itu terdiri dari Meryati yang dikenal sebagai aktivis, Arif Nugroho seorang jurnalis, serta Sunarto seorang YouTuber. Mereka hadir sebagai saksi, namun pemanggilan ini langsung memunculkan perdebatan publik. Banyak pihak menilai bahwa kehadiran jurnalis dalam barisan saksi menambah beban persoalan, sebab isu ini menyentuh langsung ruang kebebasan pers di Indonesia. Dengan demikian, proses hukum ini tidak hanya menyangkut individu yang dipanggil, melainkan juga menyangkut iklim demokrasi secara lebih luas.

Kekhawatiran terhadap Independensi Jurnalisme

Pengacara yang mendampingi, termasuk Roy Suryo Cs, menegaskan bahwa negara seharusnya menjaga ruang kebebasan pers. Ia menekankan bahwa wartawan menjalankan tugasnya untuk menyampaikan informasi publik, sehingga mereka tidak boleh diperlakukan seperti pelaku kriminal. Menurutnya, pemanggilan saksi dari kalangan media bisa menjerumuskan jurnalis ke posisi rentan. Akibatnya, jika penyidik tidak berhati-hati, seorang jurnalis bisa saja berubah status dari saksi menjadi tersangka. Oleh karena itu, pengacara menuntut agar polisi mengedepankan sikap profesional dan menghormati peran media sebagai pilar demokrasi.

Pemanggilan yang Makin Luas dan Menyentuh Banyak Klaster

Sebelum jurnalis dipanggil, penyidik sudah lebih dulu memeriksa tokoh dari kalangan aktivis dan akademisi. Beberapa nama yang telah diperiksa antara lain Dr. Tifauzia Tyassuma, Dr. Rismon Sianipar, Abraham Samad, hingga Roy Suryo sendiri. Kini, ketika giliran jurnalis dan YouTuber ikut dipanggil, publik melihat bahwa cakupan penyelidikan semakin luas. Transisi ini menggambarkan bagaimana isu ijazah Jokowi tidak berhenti pada aktivis saja, melainkan juga menyeret akademisi, tokoh publik, hingga insan media. Secara tidak langsung, hal ini memperlihatkan bahwa kasus tersebut menyentuh berbagai lapisan masyarakat yang memiliki peran dalam menyebarkan informasi.

Tekanan Psikologis dan Potensi Efek Membungkam Media

Pengacara menilai bahwa dampak pemanggilan ini tidak berhenti pada tiga nama yang hadir sebagai saksi. Sebaliknya, tekanan psikologis bisa menjalar ke seluruh jurnalis yang sehari-hari meliput isu politik dan pemerintahan. Mereka bisa merasa terancam, sebab meliput isu sensitif berisiko menyeret ke masalah hukum. Jika kondisi itu terus berlangsung, maka media berpotensi mengalami efek chilling effect, yaitu suasana di mana jurnalis enggan meliput isu tertentu karena takut berhadapan dengan hukum. Dampaknya tentu sangat besar, sebab masyarakat bisa kehilangan akses terhadap informasi yang kritis dan transparan. Lebih jauh, situasi ini bisa mengikis prinsip demokrasi yang seharusnya melindungi kebebasan berpendapat dan keterbukaan informasi publik.

nita mantan steamer